Dalam Dhammapada 1.2 dikatakan bahwa : Pikiran adalah Pelopor dari segala sesuatu, Pikiran adalah Pemimpin. Pikiran adalah Pembentuk. Dari kutipan ini dapat disimpulkan bahwa peran serta pikiran sangat besar dalam hidup ini, karena semua adalah berawal dari pikiran. Dalam Kumparan.Com pikiran adalah kemampuan manusia memproses informasi, dan membentuk gagasan atau konsep yang melibatkan aktivitas kognitif seperti persepsi, penalaran, kesadaran, dan ingatan. Singkatnya, pikiran adalah hasil dari proses berpikir yang melibatkan fungsi-fungsi mental. Sedangkan proses berpikir adalah serangkaian aktivitas untuk memecahkan persoalan atau permasalahan guna menemukan suatu jawaban atau penyelesaian dari suatu masalah atau suatu persoalan yang dilakukan oleh setiap orang. Secara spesifik proses berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan pengolahan informasi, mengingat, dan pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan. Secara sederhana, proses pikir adalah cara otak kita mengolah informasi, menghubungkan ide, dan membuat kesimpulan.
Dalam buku Hypnometafisika pikiran
terbagi menjadi dua macam, yaitu pikiran sadar dan
pikiran bawah sadar: Pikiran sadar
(conscious mind) merupakan kecenderungan berpikir secara logis dan sadar yang
digunakan dalam keseharian, seperti berpikir ketika melakukan sesuatu, berpikir
makan ketika lapar, dan lain sebagainya. Pikiran secara sadar menguasai pikiran
seseorang sebanyak 12%. Pikiran bawah sadar
(subconscious mind) adalah kecenderungan berpikir yang terkait dengan ikatan
emosi dan tempat tersimpannya yang secara subyektif merespons apa yang
disampaikan, seperti ingatan, kebiasaan, kepribadian, kepercayaan, dan
sebagainya. Pikiran bawah sadar sebagai pengendali tubuh manusia adalah
sebanyak 88%.
Oleh karena itu dalam agama Buddha pikiran harus dikendalikan atau disadari. Hal ini diperlukan karena permainan
pikiran yang terus silih berganti secara cepat. Suatu saat muncul pemikiran,
“kapan aku ini bahagia?” atau sebaliknya “Ini rasanya sudah bahagia, semoga terus
bahagia”.
Pemikiran-pemikiran seperti ini bisa
saja terus berlanjut sambung menyambung atau seperti bersahut-sahutan apabila tidak segera disadari.
Apabila segera disadari meskipun saat kita menyadari itu sebenarnya pemikiran tersebut sudah sesaat berlalu tidak akan muncul rentetan pemikiran selanjutnya yang merespons pemikiran sebelumnya. Kalau pemikiran yang muncul segera disadari berarti hadirnya kesadaran atau perhatian, maka timbullah wawasan bijak atau sampajana bahwa pemikiran itu hanyalah pikiran semata.
Terkait pikiran yang perlu dikendalikan atau disadari ini, seperti cerita orang yang
mendengar tentang manisnya buah sawo. Cerita yang ia dengar tidak bisa
menggambarkan persis manisnya sawo. Sawo yang sudah matang itu memang sungguh
manis, tetapi tidak sama dengan manisnya buah persik atau pisang atau mangga
atau gula sekalipun. Tetapi, memang manis, bukannya masam! Cerita manisnya sawo
yang didengar hanyalah konsep semata.
Suatu saat orang dimaksud ini datang dan mencicipi sendiri buah sawo, barulah ia tahu manisnya sawo, kemudian ia berkomentar: O begini, hanya itulah ungkapan bagi ia yang telah menyadari, bukan lagi cerita konsep atau pemikiran berantai.